Hari sabtu tanggal 23 Februari 2019 akhirnya datang juga, ini merupakan hari sabtu spesial yang ditunggu-tunggu kedatangannya. Bagaimana tidak spesial karena sabtu ini diajak Kang Iwan ST dan Kang Yus dari grup Korlap and The Backbone (KnB) untuk ikut gowes ke Cidaun lewat Hutan Londok. Saya kira track ini merupakan impian utk goweser MTBer, pokoknya jangan ngaku MTBer kalau belum lewat track ini. Trip gowes adventur kali ini diikuiti oleh 14 orang goweser, yaitu Kang Yus, Kang Iwan, Kang Ief, Kang Dadan, Kang Tedi, Kang Indra, Kang Heri, Kang Toni, Kang Edi, Kang Onong, Kang Nendi, Kang Rusman, Pak Bambang dan saya sendiri Usman.
Mengurus ijin dari istri dan mempersiapkan sepeda merupakan hal penting yang saya lakukan agar rencana gowes ke Hutan Londok ini bisa terlaksana dengan baik. Untuk gowes di track komplit terkadang kita agak susah untuk memutuskan jenis sepeda apa yang akan dipakai, sempat bingung antara jenis Full Suspension (Fulsus) atau jenis Hard Tail (HT). Kedua jenis sepeda ini mempunyai keunggulan masing-masing, namun akhirnya saya memutuskan untuk memakai sepeda HT saja. Karena saya pikir sepeda ini akan lebih mumpuni untuk track komplit. Tentu saja dengan konsekuensi akan kena “tremor” saat menemui turunan makadam panjang karena fork travelnya hanya 100 mm.
Bada sholat subuh mulai gowes dari rumah Kopo Sayati menuju ke tempat kumpul di rumah Kang Yus di Bojong Soang. Ternyata di rumah Kang Yus sudah ada beberapa temen yang sudah sampai duluan, termasuk Kang Iwan ST yang jauh-jauh datang dari Tanah Batawi. Untuk kenyamanan dan efisiensi kendaraan loading, event kali ini hanya dibatasi 14 orang saja yang bisa ikut, ke empat belas orang ini berasal dari grup KnB, GSM dan LintAng ITB. Karena berbagai hal akhirnya baru bisa berangkat jam 8-an pagi dari Bojong Soang menuju titik start sekitar Rancabolang Ciwidey. Untuk menghemat waktu kami dari Bojong Soang sengaja diangkut dengan menggunakan mobil pick-up sampai titik start gowes di Mushroom Hill.
Dalam perjalanan menuju Rancabolang tidak lupa kamipun berhenti dulu di warung nasi sebelum Alun-Alun Ciwidey untuk sarapan dan membungkus lauk pauk untuk nanti makan malam setelah melewati Hutan Londok. Akhirnya kami sampai di titik start gowes, setelah menurunkan sepeda, briefing oleh Korlap Kang Yus dan senam pemanasan dipimpin oleh Kang Rusman, kamipun akhirnya start gowes etape pertama menuju kampung terakhir sebelum masuk hutan.
Etape pertama ini berjarak 14,3 km dengan jenis jalan single track, jalan perkebunan teh dan makadam. Awal perjalanan pada etape pertama ini disuguhi dengan single track yang cukup panjang dan lumayan gurih. Melewati bukit-bukit hamparan kebun teh yang indah, melewati beberapa kampung kecil yang penduduknya ramah-ramah. Di kampung kedua yang dilewati, kami berhenti untuk istirahat, sekedar ngopi-ngopi di warung kecil. Warung kecil ini kami beri nama Warung Baby Oil. Bermula dari salah satu sepeda temen kami, yaitu Kang Indra, yang rem hidroliknya kurang oli, bisa kembali normal setelah ditambahin baby oil yang diperoleh dari Neng Cantik yang punya warung, idenya Korlap memang ada-ada aja.
Sekitar jam tigaan sore kamipun sampai di kampung terakhir sebelum masuk hutan, kami di sini berhenti agak lama karena harus istirahat, sholat, dan makan. Kami di sini istirahat di warung yang sudah biasa jadi tempat istirahat ataupun transit para goweser yang akan melewati Hutan Londok. Air bening yang sejuk, mushola yang nyaman, nasi hangat yang pulen, pindang ikan mas yang lezat, keramahan yang punya warung membuat kami betah istirahat di sini, rasanya ingin menginap dulu saja di sini.
Posisi geofrafis warung ini tepat di perbatasan Ciwidey dengan Cianjur, melangkah sedikit ke depan, sudah masuk daerah Cianjur. Saat Kang Iwan mampir pada tahun 2009, 2010 dan 2012, rumah yang merangkap warung ini dihuni oleh sepasang suami istri yang sudah berusia lanjut. Rumah sederhana, dengan teras yang panjang di bagian depan dan warung seadanya. Bagian dalam, hanya terdiri dari ruang terbuka tanpa mebel yang sekaligus dapur dengan tungku tradisional kayu bakar. Ditambah dua kamar tidur, dimana satu kamar tidurnya dijadikan mushola. Untuk urusan MCK, di bagian belakang, terpisah sedikit dari rumah, terdapat kamar kecil dengan air dingin yg mengalir deras, sangat menyegarkan! Saat ini rumah tersebut sudah beralih pemilik, karena sudah dijual oleh pemilik lamanya yang ditinggal meninggal sang istri. Saat ini Pak Memen dan keluarga adalah yg memiliki rumah tersebut dan melanjutkan pelayanan kepada para goweser yg mampir. Tidak banyak berubah, hanya stiker-stiker komunitas goweser dan motoX semakin memenuhi jendela kaca depannya.
Sebelum terhanyut lebih jauh dengan kenyamanan Warung Londok, kami harus siap-siap kembali melanjutkan perjalanan. Kabar yang kurang enak terdengar ke telinga kami, ternyata sebelumnya para motocrosser yang berjumlah sekitar dua puluh lima orang sudah lebih dulu tiba. Dan saat ini mereka sudah berada di depan, artinya sudah terbayang kondisi jalur yang akan kami lewati seperti apa. Pastinya akan lebih berat untuk dilalui, track akan hancur karena lebih dulu kena garukan ban pacul motoX. Kondisi cuaca cukup mendung dan kabar yang kurang enak, tidak membuat surut para goweser. Dengan tetap semangat tinggi, kami melanjutkan perjalanan, Semangat & Hajaaaar ...!!!
Kira-kira jam empat sore kami mulai masuk hutan. Etape kedua ini, yaitu track Hutan Londok merupakan menu utama pada trip gowes kali ini. Etape ini berjarak 12,2 km saja, secara jarak memang pendek tapi medannya luar biasa. Track ini memerlukan stamina yang prima, skill yang mumpuni dan keberanian yang membara. Harus siap melalui medan berat berupa kubangan lumpur, track tanah licin selicin keramik, track hamparan batang pohon, track makadam dan track monorail yang dalam bekas motorcross. Suasana hutan lebat dan cerita masih adanya binatang buas merupakan bumbu tersendiri saat melewati etape ini. Akan kecut hati saat mendengar cerita Mang Senar, yang katanya masih suka menemui tapak-tapak bekas kucing besar.
Awal masuk hutan disuguhi hiburan track menurun yang sedap, namun hiburan ini tidak lama karena selanjutnya harus menghadapi track menanjak yang panjang, hampir banyak segment dimana kami harus mendorong sepeda, bukan karena tanjakannya yang terjal tetapi karena medan jalannya yang tidak goweseble.
Kang Yus selaku marshall terdepan selalu menjaga ritme perjalanan, berhitung jumlah peserta kerap dilakukan saat goweser saling merapat maupun tidak. Komunikasi dua buah HT, cukup membantu komunikasi Kang Yus yang di depan dengan sweeper, Kang Ief, di belakang. Sesekali berhenti untuk menghela nafas dan minum sejenak, atau bahkan foto-foto sambil bersenda gurau untuk mengurangi tingkat kelelahan atau tekanan mental menghadapi kondisi medan yang parah.
O yaa… kondisi sinyal jaringan gsm (HP) dalam perjalanan ini sudah mulai menurun dan menghilang, saat mendekati jalur makadam kebun teh. Terakhir terdeteksi saat start saja di Mushroom Hill. Jadi, jangan berharap selama perjalanan di etape ini bisa menggunakan HP sebagaimana mestinya.
Jalur tanah yang pada awalnya agak keras, semakin ke dalam semakin becek dan gembur. Beberapa spot terdapat kubangan-kubangan yang cukup lebar disertai bekas jejak-jejak ban motoX. Sepeda kesayangan pun sudah tidak bisa digowes, goweser mulai bersiasat, konsentrasi tinggi dan berpikir keras arah jalur yang akan diambil. Salah mengambil jalur, resiko tergelincir salah menjejak dan masuk kubangan yang lebih dalam pasti akan dihadapi. Lumpur yang mulai menerpa ban sepeda, mulai sulit untuk lepas, menempel dan membuat macet putaran ban, istilah goweser track jadi “nga-donat”. Sepeda semakin sulit didorong, apalagi ditambah kondisi beberapa medan terjal, semakin menguras tenaga. Kang Dadan keliatan semakin sulit untuk mendorong sepedanya, jangankan untuk mendorong untuk jalan kaki saja sudah susah, sepatunya jebol, solnya lepas korban keganasan lumpur becek dan lengket. Namun Kang Dadan tetap tegar dan semangat melewati Hutan Londok walau sepatunya diikat tali rapia dan karet ban dalam.
Jatuh bangun di atas jalur becek berlumpur, sudah tak terhindarkan. Insiden jatuh di awal-awal jalur hutan Londok ini terjadi. Kang Toni, entah kenapa, tiba-tiba jatuh terjerambab masuk jurang dengan kepala lebih dulu, sepedanya menimpa di belakangnya. Untung Kang Yus masih dekat dan terlihat di depannya, sehingga dengan teriakan paniknya Kang Toni, membuat Kang Yus dengan sigap menolong secepatnya. Setelah menyingkirkan lebih dulu sepeda, Kang Toni yang hanya berpegangan pada akar dan batang pohon, ditarik kakinya naik ke atas jalur. Alhamdulillah tidak terjadi sesuatu yang lebih parah.
Setelah menempuh jarak 4,2 km akhirnya kami sampai di puncak pendakian, rasanya senang sekali saat mencapai puncak karena di titik ini ada Mang Senar lagi menghangatkan diri di hadapan api unggun. Kamipun di sini ngopi panas dulu yang dibuatin Mang Senar. Mang Senar cerita bahwa dia selama dua atau tiga hari dalam seminggu suka tinggal di hutan, sengaja untuk jaga bila ada yang lewat hutan kena masalah, nyiapin air panas dan tentunya juga ngebuatin kopi seduh. Nggak habis pikir betapa beraninya penduduk Kampung Cihalimun ini malam-malam sendirian nginep di Hutan Londok. Dia dan beberapa temennya yang suka membuat saung-saung untuk berteduh dan memberesin jalan alakadarnya bekas galian ban motorcross.
Turun hujan membuat medan tambah berat dan adanya beberapa masalah teknis sepeda membuat pergerakan kami menjadi lambat. Apalagi dari tiga perempat medan ini harus kami tempuh dalam suana malam, pandangan mata jadi terbatas walau sudah menggunakan lampu LED yang cukup terang. Entah secara alami atau bukan, yang jelas kondisi jalur yang parah mulai mengikis stamina para goweser. Rombongan menjadi terpecah dua, empat orang (Saya, Kang Rusman, Pak Bambang dan Kang Edi) ada di grup depan dan sepuluh orang (Kang Yus, Kang Iwan dan yang lainnya) ada di grup belakang, secara waktu hampir satu jam bedanya.
Pelajaran berharga saat menemui kenyataan bahwa salah seorang dari rombongan grup depan tertinggal, menjadi berada diantara grup depan dan belakang. Diperkirakan saling tunggu tanpa adanya komunikasi menjadi akar masalahnya. Inilah awal terbitnya Surat Wasiat dari Kang Edi jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkannya. Maklum Kang Edi menjadi ketakutan sendirian digelapan hutan karena mendengar cerita yang serem dari Mang Senar sebelumnya.
Rasanya bahagia sekali saat lampu rumah di perkampungan Cihalimun mulai tampak di kejauhan. Semangat gowespun nambah kencang, ingin segera keluar dari hutan dan nyampe perkampungan. Namun ternyata untuk mencapainya masih cukup jauh, harus melewati jalan yang tambah mengecil dan lebih memerlukan skill untuk melewatinya. Dalam suasana perasaan ingin segera sampai, rem belakang sepeda Pak Bambang tiba-tiba macet, piston calliper tidak bisa kembali menjepit rotor yang menyebabkan ban belakang total tidak bisa berputar. Kami harus melepas dulu calliper tersebut dan terpaksa Pak Bambang harus gowes pelan-pelan karena sepedanya tanpa rem belakang. Seru juga ngebengkel sepeda di tengah hutan yang gelap, di atas tanah becek dan dihiasi hujan rintik-rintik.
Alhamdulillah akhirnya sekitar jam sepuluhan malam kami bisa keluar dari Hutan Londok dan melihat perkampungan Cihalimun. Di pinggir hutan ini hanya tampak dua rumah saja dan posisinya saling berjauhan. Dalam keadaan gelap yang hanya diterangi lampu remang-remang kami coba mengucapkan salam ke penghuni rumah pertama yang kami temui, nggak ada yang nyahut, sepertinya sudah pada tidur penguhuninya. Terus kami bergerak ke rumah kedua melalui jalan tanah setapak di sepanjang pinggir sungai yang airnya jernih dan cukup deras. Sebelum nyampe rumah kedua di sungai kami membersihkan dulu pakaian dan sepeda yang kotor penuh lumpur hutan. Air sejuk sekali di kaki menggoda untuk sekalian cuci muka yang cemong berlumuran lumpur Hutan Londok. Subhanalllah sejuk sekali air sungai Cihalimun ini.
Di rumah kedua, yaitu ternyata rumahnya Mang Senar, kami disambut anaknya, dibuatkan air panas dan makanan ringan. Setelah bersih-bersih dan ganti baju sambil menunggu rombogan Kang Yus datang, kami buka bekal nasi yang dibawa dari warung sebelum masuk hutan. Sekitar jam sebelasan malam akhirnya rombongan kedua keluar dari hutan. Karena di rumah ini sudah penuh oleh pengendara motorcross, oleh anak Mang Senar kami diarahkan untuk nginap di rumah lain. Walau tidur berjejer seperti ikan pindang, Alhamdulillah kami bisa istirahat dengan cukup nyaman.
Pagi-pagi anak Mang Senar sudah menyiapkan sarapan, walau dengan hanya telor dadar dan lauk pauk seadanya rasanya nikmat sekali. Di pagi hari kampung Cihalimun terasa sejuk sekali, alam pedesaannya ternyata indah sekali. Sebetulnya ada rasa enggan untuk buru-buru meninggalkan kampung ini. Setelah menyeting sepeda masing-masing, terutama dibagian rem, kami siap-siap untuk berangkat gowes lagi menempuh etape ketiga ke arah Pantai Cidaun.
Etape ketiga berjarak 27 km, etape ini jalannya didominasi oleh jalan makadam, walau di beberapa bagian ada jalan tanah dan beton juga. Kurang lebih sekitar jam delapanan pagi mulai bergerak gowes menuju Cidaun, langsung disuguhi jalan single track hamparan batu campur tanah menurun yang cukup tajam dan licin. Tentu saja untuk menjalani track seperti ini memerlukan sedikit teknik dan keberanian. Selanjutnya jalan naik turun melewati perkampungan Cihalimun ini. Namun tidak berapa lama kami harus berhenti dulu di suatu warung kecil, kebetulan brake pad ban belakang sepeda Kang Iwan habis, sehingga terdengar suara rem cekit-cekit yang kurang enak di telinga.
Diperkirakan kalau hanya ganti brake pad tidak akan lama, tinggal buka yang lama dan pasang yang baru, karena kebetulan Kang Yus membawa sepasang cadangan brake pad. Namun ternyata nasib berbicara lain, ukuran brake pad-nya beda dimensi, lebih panjang beberapa milimeter, sehingga tidak bisa masuk ke callipernya sepeda Kang Iwan. Alhamdulillah berkat bantuan pemuda kampung setempat brake pad bisa dibubut dan untuk fine tuningnya oleh Mac Gyver Kang Ief dibantu Kang Onong, dan akhirnya setelah tertunda hamper empat puluh lima menit perjalananpun dapat dilanjutkan lagi.
Suhu panas daerah Cianjur selatan membuat kami harus berteduh dulu di bawah pohon-pohon kawung, bergelatakan di pinggir jalan walau agak menghalangi motor penduduk sekitar yang lalu lalang membawa kayu. Tidak terkecuali Kang Hari offroader dari Bekasi, Kang Dadan, dan Kang Indra, Kang Iwan tergeletak melintang menikmati tiupan angin yang sejuk. Kang Edi, Kang Nendi, Kang Toni dan Kang Onong duduk berkumpul meroko sambil “ngadu bako”, sedangkan Pak Bambang duduk termenung ngoprek HP yang kesulitan dapat sinyal. Sementara itu Korlap Kang Yus kadang duduk termenung dan kadang bolak balik jalan, ntah apa yang ada dibenaknya, kemungkinan masih memikirkan kata-kata baby oil yang selalu terngiang-ngiang ditelinganya.
Setelah badan terasa lebih segar, kamipun melanjutkan perjalan menuju Cidaun yang hanya tinggal beberapa belas kilometer lagi. Jalan relatif banyak turunnya, yang menggunakan sepeda full suspension keliatan sangat menikmati etape akhir ini, berlarian kejar-kejaran. Sedangkan saya harus bersabar gowes normal karena efek tremor sudah mulai terasa di otot tangan. Di suatu tempat kami harus berhenti sejenak menunggu Kang Ief yang sepedanya kena gangguan bagian rear derailleurnya, dengan terpaksa sementara sepedanya harus dijadikan single speed karena RD nya sudah tidak bisa difungsikan lagi. Performa Kang Ief tidak usah disangsikan walau pake single speed, karena memang dia sweeper sejati X-Man.
Sungguh akhir track yang menyenangkan, menjelang akhir kami disuguhkan double track beton kampung yang lezat dan cukup panjang. Kalo nggak takut ada penduduk yang nyebrang kiranya bisa full speed di segmen ini. Jembatan gantung sungai Cidaun sudah tampak dari kejauhan, berarti tidak lama lagi kami akan sampai di garis finish trip Hutan Londok – Cidaunm ini. Alhamdulillah akhirnya kamipun sampai di di garis finish, perayaan sederhana tapi berkesan, kami mandi bareng di sungai Cidaun yang airnya sejuk, bening dan hiasi bebataun.
-o0o-