Pengantar
Dalam perjalanan kehidupan manusia
hampir tidak ada yang tidak terkait dengan kegiatan pengukuran, ketika kita
lahir ke alam dunia ini berat badan kita ditimbang dan panjang tubuh kita
diukur. Begitupun ketika meninggalkan dunia fana ini, panjang tubuh kita diukur
kembali untuk menentukan panjangnya liang lahat yang akan digali.
Secara internasional kegiatan
pengukuran ini disebut metrologi, yang secara harfiah berarti ilmu pengukuran.
Adapun bagian dari kegiatan metrologi yang segala ketentuannya diatur oleh
Negara disebut Metrologi Legal. Metrologi Legal umumnya terkait dengan
transaksi perdagangan, kesehatan, keselamatan dan keamanan. Payung hukum pengaturan
Metrologi Legal di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 19981
tentang Metrologi Legal. Salah satu kegiatan Metrologi Legal yang bersentuhan
langsung dengan masyarakat adalah tera dan tera ulang UTTP (alat-alat ukur,
takar, timbang dan perlengkapannya) dan pengawasan UTTP, BDKT (barang dalam keadaan terbungkus) dan Satuan
Ukuran.
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pelaksanaan kegiatan Metrologi
Legal dilakukan oleh 3 (tiga) strata pemerintahan, yaitu Pemerintah Pusat,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Namun kini era
sudah berubah, pada tanggal 2 Oktober 2014 telah diundangkan Undang-Undang baru
pengganti UU No. 32 Tahun 2004 yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Dengan mengacu pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta
kepentingan strategis nasional bidang Metrologi Legal yang terkait
dengan pelaksanaan tera dan tera ulang UTTP serta pengawasan UTTP, BDKT dan Satuan
Ukuran kini menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dalam
undang-undang ini tidak ada ruang bagi Daerah Provinsi untuk melaksanakan
kegiatan tersebut walaupun, misalnya, ternyata Daerah Kabupaten/Kota tidak
sanggup untuk melaksanakannya.
Perkembangan Penyelenggaraan Metrologi Legal
Seiring
tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, dalam dua dekade terakhir ini pelaksanaan
tera dan tera ulang UTTP telah mengalami pergeseran, sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pelaksanaan tera dan tera ulang UTTP
dilakukan secara sentralistik. Pada era UU No. 22/1999 semua aset milik
Pemerintah Pusat yang berada di daerah diserahkan ke Pemeritahan Daerah
Provinsi dan sepenuhnya pelaksanaan tera dan tera ulang UTTP menjadi kewenangan
Daerah Provinsi, sedangkan Pemerintah Pusat hanya melakukan tera dan tera ulang
terhadap UTTP penanganan khusus.
Kemudian ketika
UU No.22/1999 dicabut dan digantikan dengan UU No.
32/2004, pelaksanaan
tera dan tera ulang UTTP dilakukan oleh Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota serta Pemerintah Pusat hanya melakukan tera dan tera ulang
terhadap UTTP penanganan khusus, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Semestinya
dengan terbitnya UU No. 32/2004
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dapat berperan aktif untuk melaksanakan
kegiatan tera dan tera ulang UTTP melalui pembentukan UPTD Metrologi Legal,
namun sampai saat ini di
seluruh Indonesia baru terbentuk 3 (tiga) UPTD Metrologi Legal tingkat Kabupaten/Kota saja, yaitu Kota
Surabaya, Kota Batam dan Kabupaten Malang. Padahal menurut keterangan
Kementerian Dalam Negeri sampai saat ini terdapat 511 Kabupaten/Kota di seluruh
Indonesia. Mungkin hal ini terjadi karena adanya tumpang tindih kewenangan
pelaksanaan tera dan tera ulang UTTP antara Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota, sehingga Daerah Kabupaten/Kota tidak merasa terpacu untuk
melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang UTTP secara mandiri. Pada penghujung
tahun 2014 ini, sekaranglah saatnya Daerah Kabupaten/Kota memikul tanggung
jawab terhadap terciptanya Tertib Ukur di daerahnya sendiri, bagi daerah yang
memiliki potensi tidak ada alasan untuk tidak membentuk UPTD Metrologi Legal
karena kewenangan sudah mutlak ada di Daerah Kabupaten/Kota.
Masa Transisi Penyelenggaraan Metrologi Legal
Berdasarkan Pasal 404 UU No 23/2014, serah
terima aset
yaitu personel, pendanaan, sarana dan prasarana, serta dokumen
(P3D) sebagai akibat pembagian Urusan
Pemerintahan ini
harus dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang
ini diundangkan.
Mengingat hal tersebut maka Daerah Provinsi yang pada saat ini melakukan
pelayanan tera, tera ulang dan kegiatan pengawasan kemetrologian harus
menyerahkan P3D-nya kepada Daerah Kabupaten/Kota.
Sampai saat ini
belum ada petunjuk yang jelas tentang
bagaimana
mekanisme serah terima P3D tersebut harus dilaksanakan. Apakah semua aset milik Daerah Provinsi dapat diserah
terimakan kepada 1 (satu) Daerah
Kabupaten/Kota
tertentu atau kepada beberapa Daerah
Kabupaten/Kota.
Apakah semua aset dapat diserah terimakan kepada Daerah Kabupaten/Kota dimana UPTD Metrologi
Legal Daerah Provinsi berada atau dapat diserah terimakan kepada Daerah Kabupaten/Kota lainnya. Mungkin yang
jelas untuk tanah dan bangunan harus diserah terimakan kepada Daerah Kabupaten/Kota
dimana UPTD Metrologi Legal Daerah Provinsi berada.
Peristiwa serah
terima ini mengingatkan kita
kembali terhadap
bagaimana legowonya Pemerintah Pusat menyerahkan semua asetnya dengan suka rela
kepada Pemerintahan Daerah Provinsi pada tahun 2000-an sebagai akibat terbitnya
Undang-Undang No. 22/1999. Seiring tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah
peristiwa ini terulang kembali, namun aktor serah terimanya kini lain, yaitu
Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.
Karena kegiatan
tera dan tera ulang merupakan sebuah pelayanan publik dan juga sifatnya
mandatori berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal,
maka pada masa transisi
ini pelayanan tera dan tera ulang harus berjalan terus, tidak boleh ada
kevakuman dalam pelaksanaannya. Untuk itu pada masa transisi ini Pemerintahan
Daerah Provinsi wajib tetap melakukan pelayanan tera dan tera ulang sampai
dengan adanya serah terima P3D kepada Daerah Kabupaten/Kota.
Kerja Sama Antar Daerah
Mengingat Bidang
Perdagangan merupakan Sub Urusan Pemerintahan Pilihan maka pada dasarnya bidang
Metrologi Legal ini merupakan Sub Sub Urusan Pilihan juga. Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan
Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang
dimiliki Daerah. Untuk Daerah Kabupaten/Kota yang potensinya belum
memadai, dengan pertimbangan
efisiensi dan efektivitas dapat bekerjasama dengan Daerah
Kabupaten/Kota lainnya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 363 UU No. 23/2014.
Seandainya aset
P3D UPTD Metrologi Legal milik Daerah Provinsi telah diserahkan ke Daerah
Kabupaten/Kota, misalnya salah
satu UPTD Metrologi Legal milik Daerah Provinsi Jawa Barat
yang berada di Kota Tasikmalaya diserah terimakan ke Kota
Tasikmalaya, maka seluruh Kabupaten/Kota yang selama ini menjadi wilayah Kerja
UPTD Metrologi Legal Tasikmalaya untuk sementara dapat bekerja sama dengan Kota
Tasikmalaya untuk melaksanakan pelayanan tera dan tera ulang UTTP yang berada
di daerahnya. Seperti diketahui sekarang ini berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat No.
6 Tahun 2011 wilayah kerja Balai Metrologi Tasikmalaya meliputi Kota
Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Garut dan Kota
Banjar.
Kerjasama antar
daerah ini harus dituangkan dalam sebuah MoU yang paling sedikit memuat
kesepakatan pembebanan biaya operasional pelaksanaan tera atau tera ulang UTTP
dan pembagian hasil retribusi tera yang didapatkan.
Apabila skema
penyerahan P3D dari Daerah Provinsi ke Daerah Kabupaten/Kota dan kerja sama
antar Daerah Kabupaten/Kota
seperti di atas dapat
diterapkan di
seluruh wilayah Indonesia, maka pada masa transisi penerapan UU No. 23/2014 ini
diharapkan pelayanan tera dan tera ulang UTTP dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Peranan Pemerintahan Daerah Provinsi
Walaupun dalam
lampiran UU No. 23/2014 untuk bidang Metrologi Legal Daerah Provinsi tidak
memiliki kewenangan, namun pada dasarnya karena Gubernur merupakan wakil
Pemerintah Pusat maka pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh
Daerah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Gubernur. Gubernur dapat melakukan pembinaan yang bersifat umum, antara lain
terkait dengan kelembagaan
Daerah,
kepegawaian pada Perangkat Daerah, pelayanan publik di Daerah, dan kerjasama Daerah. Selain yang
bersifat umum dapat juga melakukan
pembinaan yang bersifat teknis yaitu terhadap teknis penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yang diserahkan ke Daerah kabupaten/kota.
Pembinaan yang bersifat umum dan teknis
dilakukan dalam bentuk fasilitasi,
konsultasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan dalam kebijakan yang
terkait dengan Otonomi Daerah.
Peranan Pemerintah Pusat
Kewenangan penyelenggaraan bidang
Metrologi Legal sebagai salah satu dari urusan pemerintahan yang bersifat
konkuren, pelaksanaannya dibagi kedalam
dua strata pemerintahan, yaitu Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Kewenangan Pemerintah Pusat pada bidang ini meliputi : penyelenggaraan, pengendalian, dan evaluasi
metrologi legal di seluruh wilayah Republik Indonesia, serta penyelenggaraan metrologi legal dalam rangka penanganan khusus.
Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan konkuren berwenang untuk menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria (NSPK) serta melaksanakan
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah. NSPK merupakan pedoman dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren
yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan Daerah. Apabila
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun Pemerintah Pusat belum menetapkan NSPK maka penyelenggara Pemerintahan Daerah
melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. Pada saat ini
terdapat 2 (dua) NSPK penyelenggaraan Metrologi Legal yaitu Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 50 Tahun 2009 tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis
Metrologi Legal dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Penilaian terhadap Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Metrologi
Legal. Kedua Peraturan Menteri Perdagangan ini merupakan NSPK dari Peraturan
Pemerintah No. 38/2007 yang harus segera direvisi agar sesuai dengan pengaturan
dalam UU No. 23/2014.
Penyelenggaraan
urusan pemerintahan konkuren yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat selain dilakukan oleh Pemerintah
Pusat sendiri juga dapat dilimpahkan
kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat atau kepada Instansi Vertikal yang
ada di Daerah berdasarkan asas Dekonsentrasi atau dengan cara menugasi Daerah
berdasarkan asas Tugas Pembantuan.
Penutup
Dalam rangka
meningkatkan kinerja kemetrologian secara nasional beberapa tahun terakhir ini
Kementerian Perdagangan melaksanakan program pembentukan Pasar Tertib Ukur
(PTU) dan Daerah Kabupaten/Kota dengan predikat Daerah Tertib Ukur
(DTU). Pada saat ini keberhasilan kedua program ini tentu saja sangat
tergantung kepada Daerah Provinsi yang memiliki UPTD Metrologi Legal. Sampai saat ini tidak lebih dari 200
pasar baru terbentuk sebagai PTU, padahal jumlah pasar di seluruh wilayah
Indonesia sekitar 13 ribu pasar. Begitu juga dengan pecapaian program DTU,
Daerah Kabupaten/Kota yang sudah menyandang predikat Daerah Tertib Ukur
(DTU) sampai saat ini hanya masih dalam
hitungan jari.
Daerah Kabupaten/Kota tidak dapat mengandalkan secara terus
menerus kepada Daerah Provinsi untuk pembetukan dan pemeliharaan PTU dan DTU
ini, karena fakta menunjukan bahwa secara umum anggaran, personel dan peralatan
yang dimiliki UPTD Metrologi Legal Daerah Provinsi sangat terbatas. Sulit untuk mengatakan bahwa semua
kecamatan dan pasar yang ada di Daerah Kabupaten/Kota dapat terlayani secara
rutin untuk setiap tahunnya, padahal jangka waktu tera ulang, misalnya
timbangan, adalah 1 (satu) tahun.
Kini pada era UU
No. 23/2014, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota mempunyai tanggung jawab terhadap keberlangsungan
pelaksanaan tera dan tera ulang UTTP, kini Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota menjadi
ujung tombak untuk terwujudnya Tertib Ukur di daerahnya. Tertib Ukur dapat
diartikan pengukuran, penakaran dan penimbangan suatu komoditi/barang dengan
menggunakan ukuran, takaran dan timbangan yang benar dan sah sesuai dengan
ketentetuan yang berlaku. Tertib Ukur ini bukan semata amanat Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, tetapi kita sebagai umat yang
beragama mengetahui bahwa Tertib Ukur ini juga merupakan titah dan perintah
dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Hampir dalam semua Kitab Suci terdapat perintah perihal penggunaan timbangan yang benar. Dengan
terciptanya Tertib Ukur berarti perlindungan terhadap penjual dan pembeli dalam
hal kebenaran ukuran, takaran dan timbangan dapat terjamin.
-o0o-